Program trias politika




















Tiga jenis kekuasaan pada teori Trias Politica meliputi kekuasaan pelaksana undang-undang , kekuasaan legislatif pembuat undang-undang , dan kekuasaan yudikatif atau kekuasaan kehakiman pengawas pelaksanaan undang-undang. Nah di bawah ini akan dijelaskan lebih lanjut dan lebih lengkap mengenai pengertian dan teori Trias Politika beserta fungsi, tujuan, dan penerapannya di negara Indonesia.

Pengertian Trias Politika adalah teori yang membagi kekuasaan pemerintahan negara menjadi tiga jenis kekuasaan, yaitu legislatif, eksekutif dan yudikatif. Kekuasaan eksekutif merupakan lembaga yang melaksanakan undang-undang. Kekuasaan eksekutif dipimpin oleh seorang kepala negara, bisa berupa presiden, perdana menteri, atau raja.

Selain menjalankan undang-undang, kekuasaan eksekutif juga memiliki kewenangan di bidang diplomatik, yudikatif, administratif, legislatif, dan militer. Dalam menjalankan kekuasaan eksekutif ini, presiden selaku kepala negara dibantu oleh wakil presiden, para pejabat dan menteri-menteri dalam kabinet, sesuai yang diatur dalam undang-undang. Kekuasaan legislatif merupakan lembaga yang berwenang dalam membuat dan menyusun undang-undang.

Kekuasaan legislatif dipegang oleh parlemen yang menjadi perwakilan rakyat. Selain kekuasaan membuat undang-undang, kekuasaan legislatif berwenang mengawasi dan meminta keterangan pada kekuasaan eksekutif. Adanya kekuasaan legislatif juga berfungsi untuk membatasi kekuasaan eksekutif atau presiden, sehingga presiden tidak bisa sewenang-wenang memanfaatkan jabatannya untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.

Seiring dengan kritik-kritik di parlemen Belanda, C. Dalam artikel tersebut, Deventer menilai bahwa politik penghisapan yang dilakukan oleh pemerintah Belanda membuat masyarakat Hindia Belanda sengsara. Pemerintah Belanda dituding tidak peduli pada kemajuan dan kesejahteraan masyarakat Hindia Belanda dan hanya memikirkan keuntungan sendiri saja.

Van Deventer berpendapat bahwa sudah saatnya pemerintah Belanda membalas budi pada masyarakat jajahannya sebagai bentuk tanggung jawab moral. Kritik Deventer tersebut akhirnya ditanggapi oleh pemerintah Belanda. Pada tanggal 17 September , Ratu Wilhelmina yang baru naik tahta jadi Ratu Belanda, membuka sidang Parlemen Belanda dengan pidato mengenai panggilan moral dan hutang budi pemerintah Belanda terhadap bangsa bumiputera di Hindia Belanda.

Politik Etis ini terangkum dalam program Trias van Deventer. Sesuai namanya, program Trias van Deventer ini terbagi menjadi tiga, yaitu Irigasi, Emigrasi, dan Edukasi.

Idenburg dari tahun hingga tahun Nah, berikut isi Trias van Deventer ini, Temen-Temen:. Namun, dalam pelaksanaannya, terjadi penyimpangan juga, Temen-Temen. Irigasi malah lebih banyak mengalirkan air ke perkebunan-perkebunan swasta asing dan tanah-tanah pertanian milik pengusaha swasta.

Sementara Imigrasi malah dilakukan untuk memenuhi permintaan tenaga kerja di daerah perkebunan di Sumatera Utara, terutama di Suriname, Deli, dan lain-lain. Para migran malah dijadikan kuli kontrak dengan ancaman yang tertuang dalam Poenale Sanctie. Poenale Sanctie ini mengatur agar para kuli kontrak tidak melarikan diri, Temen-Temen. Jadi mereka yang melarikan diri, bakalan ditangkap polisi dan dikembalikan pada mandor atau pengawasnya. Dalam bidang edukasi, penyimpangan ini terjadi karena pendidikan utamanya ditujukan agar pemerintah Hindia Belanda mendapatkan tenaga administrasi yang bagus dan murah.

Pendidikan juga hanya berlaku bagi mereka yang mampu membayar dan anak-anak pegawai negeri. Hal ni mendorong terjadinya diskriminasi pendidikan berupa pengajaran di sekolah kelas I hanya untuk anak orang-orang berharta dan anak-anak pegawai negeri, sementara sekolah kelas II hanya untuk anak-anak pribumi dan umum. Dari ketiga program Politik Etis, edukasi merupakan bidang yang memiliki dampak signifikan di Hindia Belanda. Pemerintah Hindia Belanda pada saat itu menerapkan model pendidikan gaya Barat di beberapa sekolah yang didirikannya.

Dari sekolah tersebut lahirlah golongan perintis awal kaum pergerakan kebangsaan Indonesia, seperti dr. Legislatif yang memiliki kekuasaan perundang-undangan. Eksekutif yang memiliki kekuasaan dalam melaksanakan hal atau sesuatu pada urusan dalam negeri yang meliputi Pemerintahan dan Pengadilan. Yudikatif yang memiliki kekuasaan untuk dapat bertindak terhadap anasir asing guna kepentingan negara atau kepentingan warga negara dari negara itu yang kemudian dinamakan Federative Power.

UUD memang secara tegas tidak menyebutkan mengenai trias politica tapi secara implisit bisa ditelaah bahwa Indonesia menghendaki pembagian kekuasaan. Hal ini jelas dari pembagian bab dalam Undang-Undang Dasar Pembagian kekuasaan yang ada di Indonesia bisa dibilang adalah sebuah konsekuensi dasar dari pemberlakuan sistem demokrasi.

Dengan sistem pemerintahannya adalah Presidensiil. Maka kabinet tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan oleh karena itu tidak dapat dijatuhkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat dalam masa jabatannya. Sebaliknya Presiden juga tidak dapat membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat.

Jadi, pada garis besarnya, ciri-ciri asas Trias Politica dalam arti pembagian kekuasaan terlihat dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Akan tetapi pada masa Demokrasi Terpimpin ada usaha untuk meninggalkan gagasan Trias Politica.

Hal tersebut diutarakan Presiden Soekarno dikarenakan Presiden Soekarno menganggap sistem Trias Politica bersumber dari liberalisme. Sehingga pada masa tersebut terjadi kepincangan sistem Trias Politica. Sebenarnya pemisahan kekuasaan yang bersifat horizontal dalam arti kekuasaan dipisah-pisahkan ke dalam fungsi-fungsi yang tercermin dalam lembaga-lembaga negara yang sederajat dan saling mengimbangi.

Menurut van Vollenhoven bestuur tidak hanya melaksanakan undang-undang saja melainkan seluruh tugas negara dalam menyelenggarakan kepentingan umum, kecuali yang berkaitan dengan hukum preventif, mengadili dan membuat peraturan regeling. Donner dan Goodnow memiliki pandangan yang hampir serupa soal pembagian kekuasaan.

Bagi Donner, semua kegiatan yang dilakukan oleh penguasa itu sebenarnya hanya terdiri dari dua bidang saja. Pertama bidang yang menentukan tujuan yang hendak dicapai atau tugas yang akan dilakukan, dan kedua adalah bidang yang mewujudkan atau melaksanakan tugas dan tujuan yang telah ditetapkan. Tak jauh berbeda dengan Donner, Goodnow juga membagi kekuasaan pemerintahan menjadi dua yang kemudian dikenal dengan istilah dwipraja. Isinya adalah 1 Policy making function atau bagian yang membuat kebijakan, dan 2 Policy executing function atau pelaksana kebijakan.

Dari semua ajaran pembagian kekuasaan yang paling berpengaruh di dunia adalah yang dikembangkan oleh Montesquieu. Montesquieu membagi kekuasaan menjadi tiga cabang yang terdiri dari: fungsi legislatif yaitu yang membuat undang-undang, eksekutif atau yang melaksanakan undang-undang dan yudikatif yang mengadili pelanggaran undang-undang.

Paham mengenai kekuasaan yang hanya bertumpu pada raja lenyap setelah pecah revolusi Perancis pada tahun Dari situlah kemudian muncul gagasan baru mengenai pemisahan kekuasaan. Pelopornya adalah Montesquieu. Ia memiliki gagasan untuk membagi kekuasaan menjadi tiga bagian:. Dalam ajaranya, Montesquieu menyebut soal kekuasaan legislatif atau kekuasaan yang yang membuat Undang-Undang.

Pembuat Undang-Undang diberikan kepada badan tertentu dalam sebuah negara dengan hak khusus untuk itu. Jika pembuatan atau penyusunan tidak dipegang oleh badan tertentu dalam sebuah negara, maka yang terjadi adalah tiap golongan atau orang menyusun Undang-Undang untuk kepentingan kepentingannya sendiri.

Menurut wikipedia, legislatif adalah badan deliberatif pemerintah yang punya kekuasaan untuk membuat hukum. Dalam prakteknya, kekuasaan legislatif dikenal dengan beberapa nama, kongres, parlemen, dan asembli nasional. Dalam sistem pemerintahan Presidesial, legislatif adalah lembaga pemerintahan yang punya kedudukan sama dan bebas dari eksekutif. Sedang dalam sistem pemerintahan Parlemen, legislatif adalah badan tertinggi sekaligus menunjuk eksekutif. Dalam prakteknya pula, lembaga legislatif selain menetapkan hukum juga memiliki kekuasaan untuk menaikkan pajak, menerapkan budget dan bentuk pengeluaran uang lainnya.



0コメント

  • 1000 / 1000